- Get link
- Other Apps
Assalamualaikum, kali ini saya mau sharing tentang
pengalaman menjaga pasien DBD di rumah sakit terdekat, yakni RSUD Banjar. Terus
terang ini adalah kali pertama saya dengan Demam Berdarah Dengue alias DBD,
sebab selama ini tak ada anggota keluarga yang mengalaminya dan baru Pak Suami
saja.
Bingung, sudah jelas.
Apa yang harus saya lakukan? Bagaimana cara merawatnya yang
benar? Bagaimana kalau kondisinya memburuk? DBD itu obatnya apa saja? Dan masih
banyak sekali pertanyaan yang memenuhi kepala. Intinya hanya satu, saya tak
tahu apa yang harus dilakukan.
Gejala DBD yang Dirasakan
Awal mulanya Pak Suami bangun tidur siang dengan kondisi
tubuh demam dan kepala pusing, seperti berputar. “Mungkin karena kelamaan
tidur, ditambah lagi AC-nya terlalu dingin.” Begitu katanya.
Saya juga berpikir demikian, karena memang sudah biasa jika
terlalu lama tidur siang dengan AC menyala pasti tubuh terasa panas dan agak
pusing. Tapi ternyata sampai malam, kondisi Pak Suami tak makin membaik, ia
malah makin panas, semua sendi terasa pegal dan tubuhnya berkeringat dingin. Kepala,
tangan, kaki semuanya berkeringat dingin dan tak main-main, sampai menyediakan
lap khusus, ganti baju berkali-kali.
Karena Pak Suami punya riwayat sakit tipes, jadi kami sempat
mengira ini adalah sakit tipes dan membeli air bening cacing. Makan pun hanya
bubur polosan, tanpa bumbu-bumbu karena khawatir dengan kondisi perutnya.
Sudah pergi ke dokter, tapi katanya ini hanya kelelahan dan
suami diberi obat untuk penurun panas, pereda nyeri dan vitamin saja. Karena
Pak Suami rutin mengonsumsi pereda nyeri dan bengkak, obat itu diresepkan juga,
dengan syarat diberi jeda alias jangan diminum sekaligus.
Demam sempat turun dan kami bersyukur akan hal itu, tetapi
ternyata saat demam itu turun kondisi Pak Suami malah ngedrop. Keringat dingin
semakin banyak dan beliau meracau setengah tak sadar sampai nyaris subuh.
Keesokan pagi kami langsung berangkat ke IGD, saya, Pak
Suami dan Bapak Mertua sementara bapak saya sudah berangkat lebih dulu dan
menyelesaikan pendaftaran. Rumah sakit terdekat adalah RSUD Banjar dan
Alhamdulillah, pelayanannya sigap sekali.
Seorang perawat datang dan memeriksa kondisi awal suami,
bertanya hari apa pertama demam, obat apa saja yang diminum dan lain
sebagainya. Diagnosis awalnya adalah keracunan paracetamol, karena demam sudah
turun, tetapi tetap diminum jadi tubuh bereaksi dengan berkeringat dingin.
Tetapi pas diceritakan tentang panasnya itu, dan nyeri di ulu hati perawat
berkata mungkin ini DBD dan mengambil sampel darah. Pak Suami pun diminta untuk
rawat inap.
Pengalaman Rawat Inap di VIP Bougenville RSUD Banjar
Setelah semalam dirawat di kelas 1 (karena VIP penuh)
akhirnya kami diminta pindah, sebab ada ruangan yang kosong. Ruangannya sangat
luas, ada satu sofa panjang untuk tamu, AC, lemari es, dua lemari penyimpanan,
TV layar datar, kamar mandi dengan shower air panas, serta toilet duduk dan telepon
akses langsung ke ruangan perawat.
Ah iya, ada sekat yang berupa gorden tebal untuk menutup
pasien dari tamu, jika ingin istirahat. Ditambah lagi ruangannya sangat bersih,
pelayanan kamar, menu makan untuk pasien juga enak-enak dan bervariasi. Tentu juga
perawat dan dokter jaga senior sangat memuaskan. Tak heran kalau VIP RSUD
Banjar jadi favorit. Mantul!
Saat hasil cek lab keluar, ternyata Pak Suami DBD dan
trombositnya terjun bebas-bas! Penyebab tangan dan kaki dingin berkeringat itu
salah satunya karena trombosit yang sangat kurang, dan muncul bercak-bercak
hitam di paha, betis serta lengan (setelah trombositnya naik, bercak itu pudar
sendiri). Tak ada bercak merah, itulah
yang membuat kami bertanya-tanya apa benar ini DBD? Tapi cek lab berkata
demikian.
Tak ada obat apapun yang diberikan, hanya diberi obat
penurun panas seandainya demam lagi. Jadi, DBD itu tak memerlukan obat apapun,
sebab obatnya adalah imun tubuh kita sendiri. Makanan pun tak terlalu dibatasi,
asal jangan yang pedas, asam dan minuman bersoda saja...
Jadilah, selama 5 hari lamanya kami berdua pindah tidur ke
RSUD. Pak Suami makin segar dari hari ke hari, dan tidak ada keluhan sakit
apapun yang ia rasakan, hanya menunggu trombosit naik. Untuk menaikkan
trombosit Pak Suami minum Buavita Jus Guava, sari kurma dan juga madu trombosit,
selain itu juga memperbanyak minum air putih.
Lucunya, sakit ulu hati itu bukan karena DBD melainkan
karena beliau lapar. Hmmm....yaa maklum, sejak sore hari saat beliau meracau
itu, tak makan apa-apa karena tak nafsu. Hehe.
Alhamdulillah, setelah trombosit naik pun Pak Suami boleh
pulang dan langsung deh di rumah stok losion anti nyamuk, semprotan nyamuk DBD
dan bersih-bersih ini itu sampai tak ada sarang nyamuk yang tersisa.
Pengalaman Menggunakan Halodoc
Pak Suami yang cari informasi mengenai itu sendiri, lewat
situs Halodoc. Jadi situs ini memang lengkap sekali isinya, dari mulai artikel
kesehatan yang disusun dengan sangat rapi dan detail, mudah untuk mencari
informasi apapun dengan hanya mengetik keywordnya saja. Asyiknya lagi, bisa
mencari info mengenai macam-macam obat dan vitamin, bahkan dipesan langsung
antar ke rumah. Praktis.
Ada fitur tanya jawab langsung dengan dokter, kalau-kalau
tak sempat ke klinik dan informasi Rumah Sakit Terdekat juga membantu banget di
sini. Utamanya untuk yang masih baru di suatu kota dan minim informasi, maka
bisa memanfaatkan fitur terbaik dari Halodoc ini.
Ugh! Saya menyesal sekali karena pengetahuan medis sangat
minim, namun adanya Halodoc ini menjadi solusi. Sekarang saat ada keluhan
apapun, cari dulu informasinya di aplikasi, lalu gunakan fitur tanya jawab
dokter, setelah itu cari rumah sakit terdekat yang sesuai dengan kondisi
kesehatan kita.
Sempat shock saat membaca salah satu artikel mengenai DBD,
ternyata Pak Suami sedang dalam fase kritis saat demamnya turun tempo hari.
Kalau sampai terlambat ditangani dan sampai muntah darah, niscaya kondisinya
tak akan seperti saat ini. Tapi syukur Alhamdulillah, Allah masih menyelamatkan
kami semua.
Begitulah, Halodoc memegang peranan penting bagi kami semua.
Bagaimana dengan pengalamanmu? Share di komentar ya!
Comments
Post a comment