Senin,
25 Desember.
Malam
Natal, saat teman-teman Kristianiku tengah berkumpul penuh kebahagiaan dengan
semua sanak keluarga, biasanya aku akan menyelinap keluar pada tengah malam.
Untuk apa? Untuk melihat apakah ada setangkai bunga di depan gerbang rumah.
Sejak
aku tahu ada mitos cinta sejati yang akan memberikan setangkai bunga tiap
tengah malam selama satu minggu, menuju tahun baru. Dimulai dari malam Natal
dan berakhir di malam tahun baru. Mitosnya, seseorang yang memberikan bunga itu
berarti seseorang yang bersungguh-sungguh dengan perasaannya dan hubungan yang
terjalin setelah tahun baru itu akan menjadi hubungan yang kekal hingga kakek
nenek.
Tapi
tak pernah ada setangkai bunga pun yang kudapati di depan gerbang, bahkan selama
bertahun-tahun sejak kudengar mitos itu. Jika kupikir-pikir lagi betapa
bodohnya aku, menunggu hingga lewat tengah malam untuk seseorang yang tak
pernah ada. Kupikir aku cukup manis untuk ditaksir seorang anak cowok, tapi
nyatanya tidak. Aku tak punya siapapun yang menyukai atau bahkan menaksirku sama
sekali. Aku ini jomblo. Sejak lahir hingga aku berusia 17 tahun.
Malam
beranjak larut dan pukul 12 sebentar lagi tiba, aku masih terjaga entah untuk
alasan apa, padahal aku sudah tak mengharapkan setangkai bunga di depan gerbang
atau apapun. Karena aku tahu itu semua sia-sia. Aku tidak secantik yang ayah
dan bunda katakan, aku tidak seelok pujian paman dan bibi, aku juga tidak sejelita
Tiffani atau Amanda, yang terlihat seperti boneka Barbie hidup, idola SMAku.
“Srek!”
“Hah!”
Segera
kuluruskan punggung dan kutajamkan pendengaran saat kudengar bunyi aneh dari
semak-semak di depan rumah, tanaman hias yang digunakan sebagai pemanis pagar
itu seperti bersentuhan dengan seseorang yang bergerak menempel ke pagar.
Penerangan lampu sepuluh watt di atas gerbang tak cukup membantu, aku jadi
ketakutan sendiri mengingat bahwa sekarang sudah tengah malam dan tak pernah
ada siapapun yang datang ke rumah pada jam-jam seperti ini.
Jangan-jangan...pencuri!
“Ah!
Ada orang!” pekikku tertahan saat melihat sesosok tubuh terbungkuk-bungkuk
berjalan perlahan melewati gerbang, ia membawa sesuatu di belakang tubuhnya.
Bunga,
orang itu membawa bunga dan bunga itu...mawar langka milik bunda!
Orang
itu benar-benar pencuri rupanya, ia mengambil bunga mawar yang sangat disayangi
bunda seperti ia menyayangi aku. Mawar yang ia dapatkan dari ayah saat pulang
dinas dari pelosok, bunga mawar indah dengan kelopak yang besar-besar dan hanya
satu tahun sekali berbunga. Tak heran jika mawar yang cukup sulit untuk
dibudidayakan itu jadi incaran banyak orang, terutama tangan jahil yang ingin
gratisan. Seperti orang itu!
Tanpa
pikir panjang, aku segera keluar dari dalam rumah dan meraih sapu lidi
bergagang panjang yang biasa digunakan untuk menyapu halaman,
berjingkat-jingkat kulangkahkan kaki menuju gerbang, menguatkan hati untuk
berteriak maling keras-keras agar tak ada lagi yang berani mencuri mawar milik
bunda. Sesaat kupikir orang itu sudah kabur, tapi ternyata dia masih
mondar-mandir di depan gerbang seperti orang bingung.
Jarak
antara aku dengan orang itu sekarang hanya sekitar dua meter dan aku
tersembunyi di balik bayangan pohon mangga yang ditanam dekat gerbang, disini
aku berdiri siaga dengan sapu lidi di tangan, mata menatap awas ke sosok itu
yang sekarang terlihat jelas di bawah lampu. Dia...
“Bruno?”
desisku tak percaya.
Jadi
pencuri mawar bunda itu Bruno? Dia teman sekelasku dan anak paling cuek
sedunia. Kami sering sekali satu meja saat ujian karena nama kami begitu
berdekatan. Brenda dan Bruno. Sejak SMP kami sekelas, SELALU! Tapi tak pernah
ada satu patah kata pun yang terucap dari bibirnya, iya untuk mengobrol
denganku atau sekedar untuk bersapa saja.
Bruno
berkulit gelap yang eksotis, tubuhnya tinggi dengan bahu yang lebar dan punggung
yang bagus, maklum lah dia anak klub taekwondo dan kudengar-dengar sudah
beberapa kali juara daerah, wajar saja dia punya penampilan fisik yang begitu
gagah. Psst, Bruno ini pandai main gitar juga loh! Lengkap sudah, cakep,
atletis dan pandai main gitar. Tak heran kalau Tiffani dan Amanda, juga
cewek-cewek cantik lainnya saling baku hantam demi perhatian dan cintanya.
Bruno
mungkin membenciku, entah karena apa. Itulah kenapa ia tak pernah menyapaku
walau selalu sekelas selama lima tahun. Aneh sekali, saking bencinya padaku
sampai-sampai mencuri bunga mawar milik bunda? Ada apa ini?
“Bruno...”
kuberanikan diri menyapanya dan sosok itu mendongak, ia memang Bruno dan
terlihat sangat kaget melihatku di hadapannya.
Sekitar
dua detik ia tergagap tak jelas dan ia menjatuhkan bunga yang dipegang lantas
berlalu kabur. Aku terdiam, masih terheran-heran tapi tak mau banyak menduga
lagi. Bunga yang dibawa Bruno memang mawar langka, sejenis milik bunda tapi
bukan. Bunga mawar ini dibungkus plastik dan dililit pita cantik berwarna pink.
“Apa-apaan
ini?” gumamku sambil memungut bunga yang dicampakkan Bruno.
Bunganya
masih segar dan aromanya begitu memabukkan, aku tiba-tiba teringat bahwa bunga
milik bunda belum mekar sesempurna mawar ini. Apa Bruno membawa mawar ini dari
suatu tempat dan berniat memberikannya pada seseorang? Seperti layaknya mitos
seminggu menuju tahun baru.
Tapi
untuk siapa? Ada dua orang gadis sebayaku disini, Maya anaknya pak RT dan
putrinya dokter gigi yang tinggal di ujung gang, entahlah. Aku malah berpikir
bahwa mawar ini untukku, saking jomblonya aku...padahal Bruno pasti kebetulan
saja lewat disini, mungkin ia tengah menimbang-nimbang kalau bunga ini lebih
baik diserahkan diam-diam atau langsung saja. Bukan untukku loh, bukan.
Hatiku
pedih mengingat tahun-tahun sebelumnya aku selalu berharap ada setangkai bunga
di depan gerbang, dan tak pernah ada. Sekalinya muncul seseorang yang membawa
bunga, ternyata bukan untukku dan aku membohongi diri dengan menyangka bahwa
bunga ini untukku. Akhirnya kuputuskan untuk meletakkan bunga mawar ini di
tempat ia dicampakkan oleh Bruno, lebih baik aku kembali masuk kamar dan tidur.
Lupakan khayalan bodoh tentang mitor seminggu menuju tahun baru ini. Mustahil.
“Ambillah,
itu untukmu...” suara Bruno mengagetkanku.
“E-eh,
a-aku...aku enggak mau dikasihani. Aku cuma kasihan lihat bunga ini dibuang,
padahal cantik sekali. Aku tahu kok ini bukan untukku, i-ini...ambil dan
berikan sama cewek yang kamu suka...” cerocosku menahan malu.
“Enggak
Brenda, aku enggak kasihani kamu...aku, aku emang udah niat mau kasih bunga itu
untuk kamu, kayak tahun-tahun yang lalu...” suara Bruno merendah di akhir
kalimat, seperti sangat malu untuk mengucapkan hal itu.
“Apa?”
Bruno
diam, ia menunduk dan terlihat seperti kebingungan dan ingin mengatakan hal
lain. Tapi sepertinya aku yang harus lebih banyak bicara, aku penasaran kenapa
dia tak pernah mengajakku bicara di sekolah?
“Maaf
selama ini aku enggak pernah ngomong sama kamu, maaf aku cuek banget sama kamu.
Jangan pikir aku benci kamu, enggak. Aku cuma...”
“Cuma
apa?” selaku tak sabar. Bruno mendongak dan menghela napas, ia kembali menunduk
saat bertemu tatap denganku. Aku malu sendiri jadinya.
“Aku
suka kamu sejak kita SMP Brenda, aku bela-belain minta tukar kelas demi bisa
sekelas terus sama kamu...”
“Bohong!”
tukasku segera, ucapan Bruno terdengar semacam bualan saja.
“Enggak
Brenda, serius! Aku terlalu pengecut untuk bilang kalau aku suka kamu...untuk
bicara sama kamu saja aku enggak bisa, aku...” ia tak melanjutkan ucapannya dan
aku jadi bingung harus bicara apa.
“Tadi
kamu bilang, seperti tahun-tahun yang lalu? Maksudnya?”
“Tiap
tanggal 25 Desember aku selalu datang kesini, sampai tanggal satu Januari. Aku
selalu bawa bunga tapi aku enggak berani simpan bunganya agar kamu liat...”
“...aku
selalu berdiri disana...” Bruno menunjuk tiang listrik, gelap dan memang cocok
untuk bersembunyi. “...aku selalu liat kamu keluar tengah malam dan kecewa
karena enggak ada apapun yang kamu harapakan ada disini,”
“Iya,
aku pikir aku bisa dapat setangkai bunga setiap hari sampai tahun baru dari
orang yang benar-benar suka padaku, tapi ternyata enggak ada.”
“Ada
Brenda! Aku orangnya yang mau berikan bunga tiap malam untuk kamu, hanya saja
aku terlalu pengecut, kalau saja sejak dulu aku nekat mungkin perasaanku enggak
akan sepedih ini selama bertahun-tahun...”
Kami
berdua terdiam, asyik dengan pikiran masing-masing dan menebak-nebak. Kemudian
Bruno terdengar mendengus, ia meraih tanganku dan menggenggamnya erat-erat.
“Brenda,
aku tahu ini kedengerannya gila tapi aku suka banget sama kamu sejak SMP dan
aku pengen banget jadi pacar kamu, aku...aku pengen jadi seseorang yang selalu
jagain kamu, yang selalu perhatiin kamu, sayangin kamu,”
“Tapi
kamu enggak pernah ngomong sama aku, mana mungkin aku percaya sama kamu?”
“Lima
tahun aku suka sama kamu, diam-diam dan enggak pernah sekali pun aku suka cewek
lain...aku memang pengecut, cuma bisa berdiri awasi kamu dari jauh tiap malam
Natal sampai tahun baru, padahal aku punya sesuatu yang kamu inginkan, bunga
dan...cinta.”
Tak
terasa air mataku menitik, aku memang tak mengenal si cowok populer ini tapi
aku merasa ia tulus. Kupeluk ia lembut dan Bruno membalas pelukanku dengan
erat.
“Jangan
dulu dijawab, izinkan tiap malam aku datang lagi kesini dengan membawa bunga
dan tahun baru nanti, semoga kamu sudah punya jawaban tentang perasaanku ini,”
tutur Bruno.
Aku
tersenyum dalam pelukannya, aku sudah punya jawaban untuk kamu Bruno. Lelaki
yang selama bertahun-tahun membawa bunga seminggu menuju tahun baru, walau
belum sempat ia sampaikan hingga saat ini. Tak perlu meminta bukti apapun, toh
Bruno sudah selama ini memendam perasaannya, ia juga anak yang baik juga
berprestasi.
Ternyata
impianku jadi kenyataan, bunga-bunga indah hingga tahun baru tiba. Bruno, si
cuek bebek yang tak pernah menyapaku sama sekali, ternyata menaruh hati padaku.
Ah, unbelievable but this is cute!
Banjar
041015
*Cerpen ini ada dalam buku antologi terbitan AE Publishing (terbit 2015)
*Silahkan copast, tapi mohon sertakan sumber.
Punya akun Wattpad? Suka baca cerita romens? Yuk follow Rosalien90 Insyaallah tiap hari Minggu update cerita pendek/cerita bersambung teenlit romance. Sekarang -> Endless Blue
Ajarin bikin cerpen :'
ReplyDeleteHihi, tinggal nulis ajaaa
DeleteAiiih! romantisnya.. hihihi
ReplyDeleteTeh, aku jadi pengen baca bukunya Teteh deh! biar semangat nulis cerpen lagi.. dah lamaaa banget ga nulis cerpen, dah kaku banget padahal dulu nulis cerpen juga hasilnya masih biasa-biasa aja. sekarang jadi makin parah T.T
Samaaa, aku juga begini-begini ajaaa..kalau mau kita sharing aja yukk nanti kubagi di inbox softcopy cerita buatanku, ntar tukeran
DeleteSalam kenal mbak Nuniek. Dateng2 langsung baca cerpennya nih. Ala2 drakor gitu ya. Cuek. Tapi nggak taunya suka. Hehe
ReplyDeleteIhirr, mbaknya main kesini. Hihi
Deletebiasa laaah anak muda mah cinta-cintaanya begitu, cuek cuek tapi mau :p